My EKO Notes

Materi Seputar Ekonomi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Menurut Mondy (2008) keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran.
Sedangkan kesehatan kerja menurut Mondy (2008) adalah kebebasan dari kekerasan fisik. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik.
Beberapa pendapat mengenai pengertian keselamatan dan kesehatan kerja antara lain:
a)      Menurut Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
b)      Menurut Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
c)      Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisikeselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .
d)     Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
e)      Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
f)       Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerjamenunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Kesehatan pekerja bisa terganggu karena penyakit, stres, maupun karena kecelakaan. Program kesehatan yang baik akan menguntungkan para pekerja secara material, selain itu mereka dapat bekerja dalam lingkungan yang lebih nyaman, sehingga secara keseluruhan para pekerja akan dapat bekerja secara lebih produktif

B.     Dasar Pemberlakuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun Undang-undang Tentang Kecelakaan Tahun  1947 Nomor  33, yang dinyatakan berlaku pada tanggal 6 januari 1951, kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah Tentang Pernyataan berlakunya peraturan kecelakaan  tahun 1947 (PP No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti tentang disadarinya arti penting keselamatan kerja di dalam perusahaan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992, menyatakan bahwa sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga berperan aktif dan ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan demi terwujudnya perlindungan tenaga kerja dan keluarganya dengan baik. Jadi, bukan hanya perusahaan saja yang bertanggung jawab dalam masalah ini, tetapi para karyawan juga harus ikut berperan aktif  dalam hal ini agar dapat tercapai kesejahteraan bersama.
Penerapan program K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan hukum penerapan program K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebut memberikan pijakan yang jelas mengenai aturan yang menentukan bagaimana K3 harus diterapkan.
Berdasarkan Undang-Undang no.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat keselamatan kerja yang juga menjadi tujuan pemerintah membuat aturan K3 adalah :
a.       Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b.      Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c.       Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d.      Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
e.       Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f.       Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
g.      Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran.
h.      Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
i.        Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j.        Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
k.      Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
l.        Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
m.    Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.
n.      Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.
o.      Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
p.      Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang.
q.      Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
r.        Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahayakecelakaannya menjadi bertambah tinggi. 

Undang-Undang tersebut selanjutnya diperbaharui menjadi Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa setiap pekerja/ buruh berhak untuk memperoleh perlindungan atas:
a)   Keselamatan dan kesehatan kerja
b)   Moral dan kesusilaan
c)   Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

Sedangkan ayat 2 dan 3 menyebutkan bahwa “untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal   diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.” (ayat 2), “Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang‑ undangan yang berlaku.” (ayat 3). Dalam Pasal 87  juga dijelaskan bahwa Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen.

Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan iklim yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik kecelakaan dan penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan (Rika Ampuh Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Rizky Argama (2006), tujuan dari dibuatnya program  keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Beberapa tujuan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah:
1.   Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak karyawan dan perusahaan
2.   Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan
3.   Menghemat biaya premi asuransi
4.   Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan kepada karyawannya

Menurut Mangkunegara (2008) faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu:
1.      Keadaan Tempat Lingkungan Kerja
a)      Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang diperhitungkan keamanannya.
b)      Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c)      Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2.      Pengaturan Udara
a)      Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor, berdebu, dan berbau tidak enak).
b)      Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
3.      Pengaturan Penerangan
a)      Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
b)      Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.
4.      Pemakaian Peralatan Kerja
a)      Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b)      Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengamanan yang baik.
5.      Kondisi Fisik dan Mental Pegawai
a)      Stamina pegawai yang tidak stabil.
b)      Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah, sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa risiko bahaya.

Usaha–usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai keselamatan kerja dan menghindari kecelakaan kerja antara lain:
a.       Analisis Bahaya Pekerjaan (Job Hazard Analysis)
Job Hazard Analysis adalah suatu proses untuk mempelajari dan menganalisa suatu jenis pekerjaan kemudian membagi pekerjaan tersebut ke dalam langkah langkah menghilangkan bahaya yang mungkin terjadi.
Dalam melakukan Job Hazard Analysis, ada beberapa lagkah yang perlu dilakukan:
1)      Melibatkan Karyawan.
Hal ini sangat penting untuk melibatkan karyawan dalam proses job hazard analysis. Mereka memiliki pemahaman yang unik atas pekerjaannya, dan hal tersebut merupakan informasi yang tak ternilai untuk menemukan suatu bahaya.
2)      Mengulas Sejarah Kecelakaan Sebelumnya.
Mengulas dengan karyawan mengenai sejarah kecelakaan dan cedera yang pernah terjadi, serta kerugian yang ditimbulkan, bersifat penting. Hal ini merupakan indikator utama dalam menganalisis bahaya yang mungkin akan terjadi di lingkungan kerja
3)      Melakukan Tinjauan Ulang Persiapan Pekerjaan.
Berdiskusi dengan karyawan mengenai bahaya yang ada dan mereka ketahui di lingkungan kerja. Lakukan brainstormdengan pekerja untuk menemukan ide atau gagasan yang bertujuan untuk mengeliminasi atau mengontrol bahaya yang ada.
4)      Membuat Daftar, Peringkat, dan Menetapkan Prioritas untuk Pekerjaan Berbahaya.
Membuat daftar pekerjaan yang berbahaya dengan risiko yang tidak dapat diterima atau tinggi, berdasarkan yang paling mungkin terjadi dan yang paling tinggi tingkat risikonya. Hal ini merupakan prioritas utama dalam melakukan job hazard analysis.
5)      Membuat Outline Langkah-langkah Suatu Pekerjaan.
Tujuan dari hal ini adalah agar karyawan mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengerjakan suatu pekerjaan, sehingga kecelakaan kerja dapat diminimalisir.

b.      Risk Management
Risk Management dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan kerugian/kehilangan (waktu, produktivitas, dan lain-lain) yang berkaitan dengan program keselamatan dan penanganan hukum

c.       Safety Engineer
Memberikan pelatihan, memberdayakan supervisor/manager  agar mampu mengantisipasi/melihat adanya situasi kurang ‘aman’ dan menghilangkannya

d.      Ergonomika
Ergonomika adalah suatu studi mengenai hubungan antara manusia dengan pekerjaannya, yang meliputi tugas-tugas yang harus dikerjakan, alat-alat dan perkakas yang digunakan, serta lingkungan kerjanya.

Selain ke-empat hal diatas, cara lain yang dapat dilakukan adalah:
1.      Job Rotation
2.      Personal protective equipment
3.      Penggunaan poster/propaganda
4.      Perilaku yang berhati-hati

Beberapa kasus yang menjadi masalah kesehantan bagi para karyawan adalah:
1.      Kecanduan alkohol & penyalahgunaan obat-obatan
Akibat dari beban kerja yang terlalu berat, para karyawan terkadang menggunakan bantuan dari obata-obatan dan meminum alcohol untuk menghilangkan stress yang mereka rasakan. Untuk mencegah hal ini, perusahaan dapat melkaukan pemeriksaan rutin kepada karyawan tanpa pemberitahuan sebelumnya dan perusahaan tidak memberikan kompromi dengan hal-hal yang merusak dan penurunan kinerja (missal: absen, tidak rapi, kurang koordinasi, psikomotor berkurang)
2.      Stress
Stres adalah suatu reaksi ganjil dari tubuh terhadap tekanan yang diberikan kepada tubuh tersebut. Banyak sekali yang menjadi penyebab stress, namun beberapa diantaranya adalah:
1)      Faktor Organisasional, seperti budaya perusahaan, pekerjaan itu sendiri, dan kondisi kerja
2)      Faktor Organisasional seperti, masalah keluarga dan masalah finansial
3.      Burnout
"Burnout” adalah kondisi terperas habis dan kehilangan energi psikis maupun fisik. Biasanya hal itu disebabkan oleh situasi kerja yang tidak mendukung atau tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan. Burnout mengakibatkan kelelahan emosional dan penurunan motivasi kerja pada pekerja. Biasanya dialami dalam bentuk kelelahan fisik, mental, dan emosional yang intens (beban psikologis berpindah ke tampilan fisik, misalnya mudah pusing, tidak dapat berkonsentrasi, gampang sakit) dan biasanya bersifat kumulatif.

G.    Kebijakan, Hukum, dan Peraturan Dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1.      Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Indonesia mempunyai kerangka hukum K3 yang ekstensif, sebagaimana terlihat pada daftar peraturan perundang-undangan K3 yang terdapat dalam Lampiran II. Undang-undang K3 yang terutama di Indonesia adalah Undang-Undang No. 1/ 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini meliputi semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan primer.
Undang-Undang No. 23/ 1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program perlindungan tenaga kerja.
2.      Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang sistem manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang berisiko tinggi. Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3.
Audit K3 secara sistematis, yang dianjurkan Pemerintah, diperlukan untuk mengukur praktik sistem manajemen K3. Perusahaan yang mendapat sertifikat sistem manajemen K3 adalah perusahaan yang telah mematuhi sekurang-kurangnya 60 persen dari 12 elemen utama, atau 166 kriteria.

3.      Panitia Pembina K3 (P2K3)
Menurut Topobroto (Markkanen, 2004 : 15), Pembentukan Panitia Pembina K3 dimaksudkan untuk memperbaiki upaya penegakan ketentuan-ketentuan K3 dan pelaksanaannya di perusahaan-perusahaan. Semua perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 50 karyawan diwajibkan mempunyai komite K3 dan mendaftarkannya pada kantor dinas tenaga kerja setempat. Namun, pada kenyataannya masih ada banyak perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan yang belum membentuk komite K3, dan kalau pun sudah, komite tersebut sering kali tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.
4.      Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
Berdasarkan Undang-Undang No 3/ 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pemerintah mendirikan perseroan terbatas PT JAMSOSTEK. Undang-undang tersebut mengatur jaminan yang berkaitan dengan :
(i)   kecelakaan kerja [JKK],
(ii)  hari tua [JHT],
(iii) kematian [JK], dan
(iv) perawatan kesehatan [JPK].
Keikutsertaan wajib dalam Jamsostek berlaku bagi pengusaha yang mempekerjakan 10 karyawan atau lebih, atau membayar upah bulanan sebesar1 juta rupiah atau lebih. Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja berhak atas manfaat/ jaminan yang meliputi (i) biaya transportasi, (ii) biaya pemeriksaan dan perawatan medis, dan/ atau perawatan di rumah sakit, (iii) biaya rehabilitasi, dan (iv) pembayaran tunai untuk santunan cacat atau santunan kematian.
5.      Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3
Pada tahun 2003, Indonesia masih belum meratifikasi Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3 kecuali Konvensi ILO No 120/ 1964 tentang Higiene (Komersial dan Perkantoran). Tetapi hingga tahun 2000, Indonesia sudah meratifikasi seluruh Konvensi Dasar ILO tentang Hak Asasi Manusia yang semuanya berjumlah delapan.
Karena Indonesia mayoritas masih merupakan negara agraris dengan sekitar 70% wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan pertanian, Konvensi ILO yang terbaru, yaitu Konvensi No. 184/ 2001 tentang Pertanian dan Rekomendasinya, dianggap merupakan perangkat kebijakan yang bermanfaat. Tetapi secara luas Indonesia dipandang tidak siap untuk meratifikasi Konvensi ini karena rendahnya tingkat kesadaran K3 di antara pekerja pertanian. Tingkat pendidikan umum pekerja pertanian di Indonesia juga rendah, rata-rata hanya 3 sampai 4 tahun di sekolah dasar (Markkanen, 2004 : 16).

H.    Penegakan Hukum Dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan peraturan hukum terkait K3 kemudian membentuk lembaga-lembaga penunjang diantaranya :
a.       Direktorat Pengawasan Norma K3 di DEPNAKERTRANS
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pengawasan/ inspeksi keselamatan kerja telah didesentralisasikan dan tanggung jawab untuk pengawasan tersebut telah dialihkan ke pemerintah provinsi sejak tahun 1984. Di Direktorat Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan DEPNAKERTRANS, sekitar 1,400 pengawas dilibatkan dalam pengawasan ketenagakerjaan secara nasional. Sekitar 400 pengawas ketenagakerjaan memenuhi kualifikasi untuk melakukan pengawasan K3 di bawah yurisdiksi Direktorat Pengawasan Norma K3 (PNKK).
b.      Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan
Pelayanan kesehatan kerja adalah tanggung jawab Pusat Kesehatan Kerja di bawah Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Pusat ini dibagi menjadi (i) Seksi Pelayanan Kesehatan Kerja, (ii) Seksi Kesehatan dan Lingkungan Kerja, dan (iii) Unit Administrasi.
Pusat ini sudah menyusun Rencana Strategis Program Kesehatan Kerjauntuk melaksanakan upaya nasional. K3 merupakan salah satu program dalam mencapai Visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan kebijakan Departemen Kesehatan saat ini. Visi Indonesia Sehat 2010 dibentuk untuk mendorong pembangunan kesehatan nasional, meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau untuk perorangan, keluarga, dan masyarakat .
c.       Dewan Tripartit National Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)
Dewan K3 Nasional (DK3N) dibentuk oleh DEPNAKERTRANS pada tahun 1982 sebagai badan tripartit untuk memberikan rekomendasi dan nasihat kepada Pemerintah di tingkat nasional. Anggota Dewan ini terdiri dari semua instansi pemerintah yang terkait dengan K3, wakil-wakil pengusaha dan pekerja dan organisasi profesi. Tugasnya adalah mengumpulkan dan menganalisa data K3 di tingkat nasional dan provinsi, membantu DEPNAKERTRANS dalam membimbing dan mengawasi dewan-dewan K3 provinsi, melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, dan menyelenggarakan program-program pelatihan dan pendidikan. Selama periode 1998-2002, DK3N telah menyelenggarakan sekurangkurangnya 27 lokakarya dan seminar mengenai berbagai subyek di sektor-sektor industri terkait. DK3N juga telah menerbitkan sejumlah buku dan majalah triwulan.

Pada hakikatnya kita memang tidak akan menemukan konsep dan realita yang berjalan bersamaan, begitu pula dengan implementasi dari K3 yang belum bisa berjalan maksimal apabila belum ada komitmen yang tegas dari berbagai pihak baik pmerintah, pengusaha dan lembaga terkait lainnya dalam melaksanakan K3.

I.       Pertimbangan Hukum Dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perangkat kerja hukum bagi keselamatan dan kesehatan kerja dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu sebagai berikut : 
1.      Occupational safety and health administration 
Occupational safety and health administration (OSHA) mengharuskan pemeriksaan keselamatan dan kesehatan kerja tanpa memandang ukuran perusahaan, pelaporan oleh perusahaan, dan penyelidikan terhadap kecelakaan kerja. OSHA bertanggung jawab untuk menetapkan dan pemberlakuan strandar keselamatan dan kesehatan kerja, serta memeriksa dan menerbitkan surat panggilan kepada perusahaan yang melanggar standar tersebut. Tanpa memandang apakah akan diperiksa oleh OSHA perusahaan-perusahaan tetap harus mamiliki catatan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik, sehingga OSHA dapat memperoleh statistic yang akurat mengenai kecelakaan-kecelakaan dan kasus yang berhubungan dengan pekerjaan. 
2.      Program-program kompensasi pekerjaan 
Sementara OSHA diciptakan untuk memberikan perlindungan terhadap kecelakaan dan penyekit yang dialami pekerja dalam pekerjaan, kompensasi pekerja diciptakan untuk memberikan bantuan keuangan bagi para pekerja akibat keselakaan kerja dan penyekit tersebut. Pembayaran kompensasi pekerja dalam kasus-kasus kecemasan, depresi, dan kelainan mental yang berhubungan dengan pekerja. 
3.      Common-law doctrine of torts 
Hukum ini terdiri dari putusan-putusan pengadilan yang berkenaan dengan tindakan-tindakan pelanggaran seperti cedera yang dialami seorang pekerja akibat tindakannya sendiri atau akibat perbuatan lainnya, atau bahkan konsumen, dan menyebabkan tuntunan hukum kepada perusahaan. Pekerja dan konsumen dapat memperoleh ganti rugi kerusakan jika mereka dapat menunjukan bahwa perusahaan telah bertindak ceroboh, atau dengan sengaja menimbulkan kesusahan dengan maksud merendahkan atau menghina. Hanya beberapa kasus yang berhasil, mungkin sebagai karena program kompensasi pekerja dirancang untuk menghindarkan kecelakaan-kecelakaan kerja dan tuntunan hukum selama ini kasus-kasus yang berhasil mengajukan perusahaan kepengadilan adalah kasus-kasus khusus karena melibatkan biaya yang besar. 
4.      Inisiatif-inisiatif local 
Perusahaan-perusahaan perlu memperhatikan perturan-peraturan local. Kadang-kadang inisiativ-inisiativ local ini memberikan sekilas tentang petunjuk yang akan dilakukan ileh pemerintah daerah lainnya atau bahkan pemerintah pusat yang akan datang. 


BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.

B.     Saran

Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.





DAFTAR PUSTAKA


Mondy, R.W., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh (terjemahan), Jakarta: Penerbit Erlangga

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Reviewed by JANIEZ on January 05, 2019 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.